Izuan Jelani
Tak dapat nak menahan rasa hiba bila melihat suasana di Palu, Sulawesi, Indonesia selepas dilanda tsunami. Bukannya apa bencana tsunami yang melanda di negara tersebut kali ini sungguh luar biasa.
Sedangkan kita yang dapat melihat dari jauh pun sudah mula rasa sebak. Apatah lagi Ibnu Mustafa yang berada di lokasi tersebut. Moga-moga keluarga mangsa tabah menghadapi dugaan berat ini.
Bencana Aceh didahului gempa tapi “sang pembunuh” sebenarnya adalah hanya 1 iaitu tsunami… Di Palu ada TIGA ‘Sang Pembunuh’
“Gempa, Tsunami, Banjir Lumpur
Kisah Dr Eka Erwansyah, dosen kedoktoran Unhas anggota tim relawan Unhas :
Bencana Palu dalam pandangan saya bukan hanya Bencana Luar biasa, tapi Sungguh Sangat Luarbiasa.
Biasa dalam suatu bencana hanya ada 1 atau 2 “pembunuh”. Biasanya gempa saja, atau Gempa plus (dan) tsunami.
Bencana Aceh didahului gempa tapi “sang pembunuh” sebenarnya adalah hanya 1 yaitu (iaitu) tsunami.
Nah! di Palu ada TIGA “Sang Pembunuh” :
1. Gempa.
Banyak korban tertimbun reruntuhan (keruntuhan) bangunan.2. Tsunami.
Sekitar 1000 orangg di sekitar pantai sedang persiapan Festival Nomini) tersapu oleh tsunami.3. Lumpur.
Ada perkampungan yang hilang akibat lumpur yang menyembur dari dalam bumi dan dalam sekejap menenggelamkan satu perkampungan. Diperkirakan sekitar 700 orang terkubur hidup-hidup. Ada juga sekitar 200 orang siswa SMA sedang berkhemah juga terkubur dalam lumpur yang tiba-tiba menyembur dan menimbun mereka.
Seperti yang kita sedia maklum, bencana alam yang terjadi di Palu, Sulawesi Indonesia ini berbeza dengan bencana yang pernah berlaku di Aceh pada tahun penghujung tahun 2004.
Menurut Ibnu Mustafa, kali ini jauh lebih teruk kerana kali ini 3 bencana berlaku dalam satu masa.
“Saya tidak dapat menahan air mata”
“Kebetulan saya dan teman-teman (rakan-rakan) yang tergabung dalam Tim DVI Unhas sudah berada di lokasi sejak kemaren (semalam) pagi. Kampung yang hilang itu Kampung Petobo, daerah Sigi.
Kemaren (semalam) saat yang menghimpun data ante mortem (post-mortem) korban, saya tidak kuasa tahan tangis.
Tak dapat menahan sebak apabila Ibnu Mustafa sempat bertanyakan penduduk kampung yang masih belum menemui anaknya.
Seorang bapak (lelaki) yang melaporkan anaknya hilang. Dia curhat (mengadu). Ketika itu hantarkan anaknya mengaji. Rumahnya dan rumah tempat mengaji hanya dipisahkan oleh jembatan.(jambatan)
Begitu anaknya didrop, dia balik ke rumahnya.
Baru mau (nak) masuk ke rumah tiba mendengar bunyi bbluuumm. Dia balik badan (pusing) dan hanya melihat hamparan tanah kosong berlumpur.. kemana perginya rumah-rumah satu perkampungan??? Hanya dalam hitungan detik.(sekelip mata).”
Foto Suasana Hiba Selepas 3 Bencana Di Palu
Baca : “Kalau ustaz tak nak mendoakan mereka, cukuplah menjaga sensitiviti..”
